Uncategorized

Tak Cukup Gelar Sarjana Hukum Untuk Jadi Jaksa

Jaksa agung mempunyai mempunyai peran sentral dan strategis dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang kompleks. Sehingga, menjadi Jaksa Agung tidak cukup hanya berlatar belakang seorang sarjana hukum. Namun juga dibutuhkan kemampuan teknis,jaksaindonesia1.com penguasaan manajerial, anatomi kelembagaan serta mempunyai pengalaman pola penanganan penyelesaian perkara sebagai seorang jaksa di lembaga Kejaksaan Republik Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Pembinaan dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia Bambang Soegeng Rukmono dalam sidang lanjutan uji materiil Pasal 1 angka 3, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) pada Selasa (20/6/2023). Sidang keenam dari Perkara Nomor 30/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar yang berprofesi sebagai Analis Penuntutan/Calon Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, Wakai.

Lebih rinci Bambang menyebutkan terkait dengan syarat pengangkatan Jaksa Agung yang dimohonkan Pemohon agar dilakukan dengan sistem tertutup dengan hanya memperkenankan jaksa aktif atau pensiunan jaksa terakhir berpangkat paling rendah Jaksa Utama. Bambang menyebut hal demikian bertentangan dengan keinginan politik pembentuk undang-undang, sebagaimana ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21 UU Kejaksaan yang mengatur sistem terbuka dan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menjadi Jaksa Agung.

Boleh Rangkap Jabatan

Mewakili Kejaksaan Agung sebagai Pemberi Keterangan, Bambang menyampaikan pula mengenai dibolehkannya seorang jaksa agung untuk merangkap jabatan sebagai anggota partai politik. Ia mengacu pada konferensi para Jaksa Agung di Seoul, Korea Selatan, yang dihadiri 25 negara yang menghasilkan kriteria seorang Jaksa Agung yang independen dan profesional, yakni siapapun termasuk anggota partai politik yang memiliki dapat mengajukan diri menjadi Jaksa Agung pada 1990 silam. Kriteria tersebut pun telah diatur dalam Pasal 20 hurf b, c, d, dan f UU Kejaksaan dengan menjadikan presiden sebagai pihak yang bertugas untuk memilih Jaksa Agung yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud.

“Terkait dengan kekhawatiran Pemohon terhadap Jaksa Agung dari partai politik yang dinilai dapat mengintervensi jaksa dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, Kejaksaan Agung berpendapat hal ini sama sekali tidak memiliki pijakan dalam peraturan hukum konkret. Kemerdekaan jaksa dalam melaksanakan tugas tidak berhubungan dnegan kedudukan Jaksa Agung dari partai politik. Sebab, UU Kejaksaan telah memerikan kemerdekaan dan perlindungan hukum kepada jaksa dalam melaksanakan tugasnya,” jelas Bambang dihadapan Sidang Pleno yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dari Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.

Terkait permintaan Pemohon atas ketentuan Pasal 21 UU Kejaksaan agar adanya larangan rangkap jabatan bagi Jaksa Agung sebagi anggota partai politik, Bambang menjelaskan UU Kejaksaan telah memberikan kemerdekaan dan perlindungan hukum bagi jaksa dalam melaksanakan tugasnya, di antaranya Pasal 2 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (4), Penjelasan Pasal 8 ayat (5), dan Pasal 34A UU Kejaksaan. Berbagai norma tersebut, sambung Bambang, menjadi instrumen hukum yang melindungi jaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan Jaksa Agung kepada jaksa. Dengan demikian, profesi jaksa telah dilengkapi dengan serangkaian regulasi yang menjamin kemerdekaan dan independensi jaksa dalam melaksanakan tuash dan kewenangannya.

Lascia un commento